Penggunaan Bahasa Indonesia di Daerah 3T dan 4P




 Indonesia adalah negara kepulauan, yang terdiri dari 5 kepulauan besar dan ribuan pulau kecil. Karena banyaknya pulau tersebut, maka pemerintah memiliki banyak kendala dalam memberikan fasilitas, baik pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Oleh karena itu banyak daerah yang masih tertinggal terutama dalam hal pendidikan. Pembagian derah di Indonesia terbagi menjadi daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dan 4P (Perbatasan, Pedalaman, Perkotaan dan Pesisir).

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Penddidikan dan Kebudayaan mengatakan penggunaan Bahasa Indonesia harus dilestarikan dan dikembangkan. Namun, penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar justru dapat tantangan dari warga indonesia sendiri yang kini cenderung lebih bangga berbahasa asing.

Masyarakat sekarang dan khususnya generasi muda, perlu ditanamkan kembali perasaan cinta terhadap bahasa indonesia. Selain itu Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti, juga mengingatkan bahasa indonesia wajib dipakai dan dilestarikan. Sebab, bahasa indonesia merupakan jati diri bangsa, kebanggan nasional, sarana pemersatu, dan sarana komunikasi. 

Pada puncak peringatan Bulan Bahasa tahun 2011, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar berbagai lomba dan penilaiaan tentang penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar untuk perorangan maupun institusi. Dan daerah yang menjadi percontohan penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar adalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Sulawesi Tenggara. Ada pula penghargaan kepada institusi atau perusahaan yang dinilai berkomitmen menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Penghargaan ini diberikan pada PT. Angkasa Pura II, Hotel Borobudur Jakarta, dan PT Carefour Indonesia.

Hambatan terbesar yang dihadapi dalam pengembangan pendidikan di daerah-daerah 3T dan 4P di Indonesia ternyata adalah masalah bahasa. Terutama di daerah dengan penggunaan monolingual yang menyebabkan penyerapan pendidikan menjadi lebih minim dan berimbas pada kemungkinan putus sekolah yang lebih besar. 

Dari hasil studi yang dilakukan oleh Summer Institute of Linguistic (SIL) Interasional, menemukan bahwa 90 persen anak di daerah terpencil atau dikenal dengan daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T)  tidak dapat berbahasa Indonesia. Hal ini yang membuat mereka kesulitan untuk menangkap arus informasi pendidikan.

Country Director SIL Veni menuturkan, karena itu penggunaan bahasa ibu sangat penting untuk digunakan sebagai pengantar dalam proses pembelajaran. Ini khususnya penting dilakukan di daerah-daerah terpencil. Hambatan anak di daerah pedalaman adalah bahasa. Mereka bukan bodoh, namun mereka tidak mengerti bahasa Indonesia. Karena ketika proses pembelajaran disampaikan bukan dengan bahasa ibu mereka atau bahasa daerah, beban mereka bertambah. Tidak hanya harus memahami isi konsep pendidikan, mereka juga harus memahami bahasa Indonesia. Kondisi ini nyata dan sangat disayangkan jika hambatan percepatan pendidikan adalah bahasa.

Kendala bahasa dalam proses pembelajaran, paling banyak ditemui di daerah Papua. Diketahui sebagian besar penduduk asli Papua dan Papua Barat adalah penutur tunggal bahasa ibu. Total, Papua dan papua Barat memiliki 275 ragam bahasa yang berbeda. 

Bukti komunikasi yang terputus dalam proses pembelajaran di sana, terbukti dari studi yang dilakukan British Petroleum di Teluk Bintuni. Diketahui 95 persen lulusan sekolah dasar di sana adalah buta aksara secara fungsional. 

Artinya, mereka dapat mengeja huruf namun tidak memahami makna kata ataupun paragraf yang dibacanya. Dengan penggunaan bahasa ibu, maka materi ajar yang dipelajari anak-anak akan lebih mudah dipahami.  Oleh karena itu, mari kita...

‘’Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia”



    Daftar Pustaka:

Komentar