Kongres Bahasa Indonesia (KBI)




Tanggal 28 Oktober 1928 menjadi saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia, melalui butir ketiga yang telah disebutkan di awal. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan. Sastrawan inilah yang mampu memunculkan karya-karya dengan penggunaan bahasa Indonesia sehingga dapat dikenal luas oleh masyarakat.
Kongres Bahasa Indonesia yang diselenggarakan lima tahun sekali, dan merupakan forum pertemuan pakar bahasa/sastra, budayawan, tokoh, pejabat negara, guru/dosen, mahasiswa, dan pencinta bahasa Indonesia. Bahkan, kini kongres ini melibatkan pakar berbagai bidang ilmu serta para penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia untuk orang asing dari seluruh dunia. Oleh karena itu, forum akbar yang semula merupakan pertemuan nasional itu kini berkembang menjadi pertemuan internasional. Kongres Bahasa Indonesia telah dilakukan sebanyak 10 kali.
1.        Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah, 25-28 Juni 1938
Hasil kongres I ini adalah usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Inilah bukti sah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perkembangan selanjutnya, pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya. Ini adalah penyempurnaan pertama tata bahasa Indonesia.
2.      Kongres Bahasa Indonesia II di Medan, Sumatera Utara, 28 Oktober - 2 November 1954
Hasil kongres II adalah dapat disimpulkan bahwa usaha menjadi perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Di era Orde Baru penyempurnaan bahasa Indonesia juga dilakukan. Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972. EYD inilah yang digunakan sebagai pedoman utama penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
3.        Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta, 28 Oktober hingga 2 November 1978
Hasil kongres III yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini adalah selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Dalam kongres ini disepakati pula bahwa Kongres Bahasa Indonesia dilaksanakan setiap 5 tahun sekali setiap peringatan Hari Sumpah Pemuda.

4.      Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta, 21 hingga 26 November 1983
Kongres IV diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga Negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

5.        Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 27 Oktober hingga 3 November 1988
Kongres V dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

6.      Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober – 2 November 1993
  Pada kongres V, jumlah pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

7.        Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998
Kongres VII di selanggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta. Dalam kongres initu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentua :
a.         Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b.         Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

8.        Kongres Bahasa Indonesia VIII, Jakarta, 14-17 Oktober 2003
Kongres Bahasa Indonesia VIII digelar di Hotel Indonesia Jakarta. Kongres tersebut bertema "Pemberdayaan Bahasa Indonesia Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa dalam Era Globalisasi" yang dijabarkan ke dalam tiga pokok bahasan yang mencakupi bahasa, sastra, dan media massa. Peningkatan mutu bahasa Indonesia dalam menghadapi budaya global merupakan topik dalam pokok bahasan Bahasa, sedangkan pemantapan peran sastra, peningkatan mutu karya sastra dan peningkatan apreasiasi sastra, serta peningkatan mutu pendidikan sastra ada di antara topik-topik lain pada bidang sastra. Peserta kongres diperkirakan berjumlah 1.000 orang, terdiri atas peserta undangan dan peserta biasa, yang berasal dari berbagai kalangan, antra lain tokoh masyarakat, budayawan, peminat bahsa dan sastra, serta wakol organisasi profesi dari dalam dan luar negeri.

9.        Kongres Bahasa Indonesia IX, Jakarta, 28 Oktober hingga 1 November 2008
Kongres ini diadakan dalam rangka peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa, sehingga pada tahun 2008 adalah  Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2008 telah diadakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Sebagai puncak dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesastraan serta peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda, diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di Jakarta.
Kongres ini membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional dengan menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pakar bahasa dan sastra yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia di luar negeri sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya dalam kongres  ini.

10.    Kongres Bahasa Indonesia X: 28 hingga 31 Oktober 2013 di Jakarta
Kongres Bahasa Indonesia ke-X dibuka bertepatan peringatan Sumpah Pemuda 28 – 31 Oktober 2013  di Jakarta. Dalam Kongres Bahasa Indonesia (KBI) X, setelah mendengar dan memperhatikan sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah.
Rekomendasi tersebut berdasarkan laporan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, serta paparan enam makalah pleno tunggal, di antaranya 16 makalah sidang pleno panel, 104 makalah sidang kelompok yang tergabung dalam delapan topik diskusi panel, dan diskusi yang berkembang selama persidangan, KBI X.
Ketua Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia X Prof. Dr. Gufron Ali Ibrahim, M.S. merumusan Kongres bahasa Indonesia X tersebut, yaitu:
Ø  Rekomendasi Ke-1
Pemerintah perlu memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia melalui penerjemahan dan penebitan, baik nasional maupun internasional, untuk mengejawantahkan konsep-konsep berbahasa Indonesia guna menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi ke seluruh lapisan masyarakat.
Ø  Rekomendasi Ke-2
Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu berperan lebih aktif dalam melakukan penelitian, diskusi, penataran, penyegaran, simulasi, dan pendampingan dalam implementasi Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Ø  Rekomendasi Ke-3
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) perlu bekerja sama dalam upaya meningkatkan mutu pemakaian bahasa dalam buku materi pelajaran.
Ø  Rekomendasi Ke-4
Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi hasil-hasil pembakuan bahasa Indonesia untuk kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia dalam rangka memperkukuh jati diri dan membangkitkan semangat kebangsaan.
Ø  Rekomendasi Ke-5
Pembelajaran bahasa Indonesia perlu dioptimalkan sebagai media pendidikan karakter untuk menaikkan martabat dan harkat bangsa.
Ø  Rekomendasi Ke-6
Pemerintah perlu memfasilitasi studi kewilayahan yang berhubungan dengan sejarah, persebaran, dan pengelompokkan bahasa dan sastra untuk memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ø  Rekomendasi Ke-7
Pemerintah perlu menerapkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) untuk menyeleksi dan mempromosikan pegawai, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, guna memperkuat jati diri dan kedaulatan NKRI, serta memberlakukan UKBI sebagai "paspor bahasa" bagi tenaga kerja asing di Indonesia.
Ø  Rekomendasi Ke-8
Pemerintah perlu menyiapkan formasi dan menempatkan tenaga fungsional penyunting dan penerjemah bahasa di lembaga pemerintahan dan swasta.
Ø  Rekomendasi Ke-9
Untuk mempromosikan jati diri dan kedaulatan NKRI dalam rangka misi perdamaian dunia, pemerintah perlu memperkuat fungsi Pusat Layanan Bahasa (National Language Center) yang berada di bawah tanggung jawab Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Ø  Rekomendasi Ke-10
Kualitas dan kuantitas kerjasama dengan berbagai pihak luar negeri untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan, baik di tingkat komunitas ASEAN maupun dunia internasional, dengan dukungan sumber daya yang maksimal.
Ø  Rekomendasi Ke-11
Pemerintah perlu melakukan "diplomasi total" untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan melibatkan seluruh komponen bangsa.
Ø  Rekomendasi Ke-12
Presiden/Wakil Presiden dan pejabat negara perlu melaksanakan secara konsekuen Undang-Undang (UU) RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam pidato Resmi Presiden dan/atau Wapres serta Pejabat Negara lainnya.
Ø  Rekomendasi Ke-13
Perlu ada sanksi tegas bagi pihak yang melanggar Pasal 36 dan Pasal 38 UU Nomor 24 Tahun 2009 sehubungan dengan kewajiban menggunakan bahasa Indonesia untuk nama dan media informasi yang merupakan pelayanan umum.
Ø  Rekomendasi Ke-14
Pemerintah perlu menggiatkan sosialisasi kebijakan penggunaan bahasa dan pemanfaatan sastra untuk mendukung berbagai bentuk industri kreatif.
Ø  Rekomendasi Ke-15
Pemerintah perlu lebih meningkatkan kerjasama dengan komunitas-komunitas sastra dalam membuat model pengembangan industri kreatif berbasis tradisi lisan, program penulisan kreatif, dan penerbitan buku sastra yang dapat diapresiasi siswa dan peminat sastra lainnya.
Ø  Rekomendasi Ke-16
Pemerintah perlu mengoptimalkan penggunaan teknologi informatika dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Ø  Rekomendasi Ke-17
Perlindungan bahasa-bahasa daerah dari ancaman kepunahan perlu dipayungi dengan produk hukum di tingkat pemerintah daerah secara menyeluruh.
Ø  Rekomendasi Ke-18
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan korpus bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar penting NKRI.
Ø  Rekomendasi Ke-19
Pemerintah perlu memperkuat peran bahasa daerah pada jalur pendidikan formal melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal atau informal melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas.
Ø  Rekomendasi Ke-20
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan pengawasan penggunaan bahasa untuk menciptakan tertib berbahasa secara proporsional.
Ø  Rekomendasi Ke-21
Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang mendukung eksistensi karya sastra, termasuk produksi dan reproduksinya, yang menyentuh identitas budaya dan kelokalannya untuk mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia.
Ø  Rekomendasi Ke-22
Penggalian karya sastra harus terus digalakkan dengan dukungan dana dan kemauan politik pemerintah agar karya sastra bisa dinikmati sesuai dengan harapan masyarakat pendukungnya dan masyarakat dunia pada umumnya.
Ø  Rekomendasi Ke-23
Pemerintah perlu memberikan apresiasi dalam bentuk penghargaan kepada sastrawan untuk meningkatkan dan menjamin keberlangsungan daya kreativitas sastrawan sehingga sastra dan sastrawan Indonesia dapat sejajar dengan sastra dan sastrawan dunia.
Ø  Rekomendasi Ke-24
Lembaga-lembaga pemerintah terkait perlu bekerja sama mengadakan lomba-lomba atau festival kesastraan, khususnya sastra tradisional, untuk memperkenalkan sastra Indonesia di luar negeri yang dilakukan secara rutin dan terjadwal, selain mendukung festival-festival kesastraan tingkat internasional yang sudah ada.
Ø  Rekomendasi Ke-25
Peran media massa sebagai sarana pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional perlu dioptimalkan.
Ø  Rekomendasi Ke-26
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu mengingatkan dan memberikan teguran agar lembaga penyiaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Ø  Rekomendasi Ke-27
KPI menerima usulan dari masyarakat untuk menyampaikan teguran kepada lembaga penyiaran yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Ø  Rekomendasi Ke-28
Diperlukan kerjasama yang sinergis dari semua pihak, seperti pejabat negara, aparat pemerintahan dari pusat sampai daerah, media massa, Dewan Pers, dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, demi terwujudnya bahasa media massa yang logis dan santun.
Ø  Rekomendasi Ke-29
Literasi pada anak, khususnya sastra anak, perlu ditingkatkan agar nilai-nilai karakter yang terdapat dalam sastra anak dipahami oleh anak.
Ø  Rekomendasi Ke-30
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus memperkuat unit yang bertanggung jawab terhadap sertifikasi pengajar dan penyelenggara BIPA.
Ø  Rekomendasi Ke-31
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berkoordinasi dengan para pakar pengajaran BIPA dan praktisi pengajar BIPA mengembangkan kurikulum, bahan ajar, dan silabus yang standar, termasuk bagi Komunitas ASEAN.
Ø  Rekomendasi Ke-32
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memfasilitasi pertemuan rutin dengan SEAMEO Qitep Language, SEAMOLEC, BPKLN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan perguruan tinggi untuk menyinergikan penyelenggaraan pengajaran BIPA. Dan pemerintah Indonesia harus mendukung secara moral dan material pendirian pusat studi atau kajian bahasa Indonesia di luar negeri.
Sejarah panjang di atas menunjukkan betapa berharganya bahasa Indonesia yang sekarang  kita gunakan. Sejarah tersebut masih akan terus terukir sepanjang kita sebagai Bangsa Indonesia mau menghargai dan menjaga kelestariannya. Cara termudah untuk menghargai dan menjaganya adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari kita dengan baik dan benar. Tidak hanya sekedar menggunakan, namun juga adanya rasa kebanggaan setiap kita menggunakan. Sejarah Bahasa Indonesia yang telah dengan susah payah ditorehkan hingga saat ini tentunya hanya akan menjadi sebuah cerita indah bagi anak cucu kita, tanpa bisa mereka rasakan dan gunakan lagi, apabila kita tidak menjaganya mulai sekarang. Bangga Berbahasa Indonesia



Daftar Pustaka:

Komentar